Yayasan Karya Buana Lestari Gelar Focus Group Discussion Tata Kelola Khazanah Lontar di Masa Depan

 

Amlapura, 28 Februari 2025 Sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertema “Tata Kelola Khazanah Lontar di Masa Depan” sukses diselenggarakan dengan partisipasi sekitar 30 orang yang terdiri dari budayawan, sastrawan, seniman, serta aktivis lontar. Diskusi ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah strategis dalam menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan lontar sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi.

Acara ini menghadirkan empat narasumber yang ahli dalam bidangnya, yakni Sugi Lanus, Adi Wicaksono, Made Adnyana Ole, serta Jero Penyarikan Duuran Batur atau I Ketut Eriadi Ariana. Setiap narasumber memberikan pandangannya terkait tata kelola lontar agar tetap relevan dan bermanfaat bagi masyarakat modern. Adapun beberapa poin penting yang dibahas, antara lain :

1. Tata Kelola Khazanah Lontar dari Hulu ke Hilir

Sebagai pembicara pertama, Bapak Sugi Lanus menegaskan pentingnya tata kelola khazanah lontar yang dilakukan secara berkesinambungan dari hulu ke hilir. Ia membagi tata kelola lontar ke dalam empat aspek utama:

  1. Tata Kelola Fisik/Artefak – Merawat lontar agar tetap terjaga keasliannya.
  2. Tata Kelola Arsip – Mendokumentasikan dan mencatat isi lontar agar mudah diakses oleh masyarakat dan peneliti.
  3. Tata Kelola Isi – Mengkaji dan mengartikan isi lontar agar tetap relevan dalam kehidupan modern.
  4. Tata Kelola Kajian Nilai – Memahami nilai-nilai dalam lontar dan mengaktualisasikannya dalam berbagai bentuk ekspresi budaya.

Lebih lanjut, Bapak Sugi Lanus menyoroti bahwa aktualisasi isi lontar dapat menghasilkan berbagai bentuk kreativitas seperti seni tari, novel, dan film. Ia juga menekankan pentingnya pemanfaatan media sosial sebagai sarana penyebarluasan informasi mengenai lontar agar lebih dikenal oleh berbagai kalangan.

Sebagai contoh, implementasi isi lontar bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti menanam tanaman yang disebutkan dalam lontar, misalnya Taru Premana, yang mencakup Bunga Gadung dan Punyan Kelor. Dengan cara ini, ajaran dalam lontar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pentingnya Implementasi Berkelanjutan

Narasumber kedua yaitu Bapak Adi Wicaksono, menyoroti pentingnya pelaksanaan aktualisasi dan implementasi kajian lontar yang berkelanjutan. Menurutnya, upaya ini tidak boleh hanya bersifat sementara, melainkan harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari generasi mendatang.

Bapak Adi juga mengkritisi fenomena masyarakat saat ini yang lebih mementingkan visualisasi instan di media sosial, di mana suatu tren hanya bertahan dalam hitungan hari sebelum dilupakan. Ia mengingatkan bahwa upaya aktualisasi nilai-nilai dalam lontar harus bersifat jangka panjang dan konsisten agar tetap hidup dalam budaya dan praktik masyarakat.

3. Tiga Pilar Tata Kelola Khazanah Lontar

Sementara itu, narasumber keempat, Jero Penyarikan Duuran Batur atau Bapak I Ketut Eriadi Ariana, membagi tata kelola khazanah lontar ke dalam tiga pilar utama, yaitu Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan:

  1. Perlindungan – Meliputi konservasi, inventarisasi, pengarsipan, dan digitalisasi.
  2. Pengembangan – Berfokus pada kajian naskah lontar, apresiasi teks, dan alih media.
  3. Pemanfaatan – Menitikberatkan pada penguatan karakter, adaptasi terhadap perubahan, inovasi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Jero Penyarikan menekankan bahwa mewujudkan tata kelola lontar yang berkelanjutan memerlukan kolaborasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, masyarakat adat, komunitas, dan pemerintah. Pemerintah diharapkan dapat mendukung upaya ini melalui regulasi yang berpihak pada keberlanjutan warisan budaya.

Dengan adanya diskusi ini, diharapkan tata kelola khazanah lontar semakin diperhatikan dan dikembangkan agar warisan budaya ini tetap lestari dan relevan bagi generasi mendatang. Kesadaran kolektif serta sinergi antara berbagai pihak menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan lontar sebagai bagian penting dari identitas budaya.